Saturday, January 31, 2015

6:40 AM
Tugu Peace Menuju Kampubbu

Kira-kira 15 menit perjalanan yang ditempuh dengan sepeda motor kecepatan rata-rata kearah selatan kota Watampone, disebelah kanan terdapat penggilingan padi yang luamayan besar milik PT. Pertani. Setelahnya ada pertigaan kekanan yang ditengahnya berdiri kokoh sebuah tugu dengan jari telunjuk dan jari tengah berdiri tegak sedangkan yang lainnya dikepal, pemuda didaerah tersebut mengenal tugu itu dengan sebutan tugu peace (perdamaian) karena menganggap bahwa patung itu mewakili makna peace sebagaimana symbol perdamaian yang selalu dipertontonkan oleh orang bule dengan kedua jari berdiri tegak dan yang lainnya ditekuk dibawah ibu jari. Tapi tujuan sebenarnya tugu itu dibuat adalah untuk mempropagandakan program pemerintah khususnya dari pihak BKKBN, dua anak cukup.


Ketika melewati tugu itu dan menyusururi jalan, jangan menganggap bahwa akan menemui jalan beraspal sampai diujung jalan. Jalan mulus hanya akan dijumpai sepanjang 2 KM, setelahnya sulit membedakan yang mana kubangan kerbau dan yang mana jalanan, kalau tidak percaya buktikan sendiri. Kurang lebih 500 meter dari ujung aspal akan terlihat sungai irigasi yang mengalir dari sebelah kiri, dan dipinggirannya terdapat jalan berbatu, tapi kayaknya lebih tepat dibilang lorong, dipenghujung lorong itu berdiri kokoh bendungan pattiro sejak 1928, dan bendungan ini mampu mengairi sawah dengan luas kurang lebih 40.000 hektar sawah. Kampung yang saya ceritakan ini kalau tidak salah namanya Kampubbu, dikampung ini bermukim kurang lebih 500 kepala keluarga sebuah dusun kecil yang terpisah dari desanya, karena untuk menuju kekantor desa harus menyeberangi desa lain, tepatnya kita keluar dulu ketemu dengan tugu peace yang tadi lalu belok kanan, disanalah kantor desa dan pak desanya berada(mungkin terlalu sadis kalau saya bilang dusun ini dusun yang dianak tirikan).
Dusun Kampubbu
Sebenarnya tidak ada yang menarik dari dusun ini, tapi saya akan berusaha untuk membuatnya menjadi kampung yang menarik. Sepanjang kampung ini mengalir sungai irigasi yang luasnya lumayan kalau dijadikan tempat untuk belajar berenang. Kiri kanan pemukiman membentang luas persawahan yang mampu menghidupi orang-orang ditempat tersebut dan orang-orang didaerah yang tidak menghasilkan beras. Jika kota Makassar diibaratkan sebuah bangunan, tempat ini bisa diklaim sebagai salah satu tiang dari bangunan yang bernama Makassar. Kenapa saya bilang begitu, karena 10% suplai beras yang Makassar yang diimpor dari Bone berasal dari tempat ini. kenapa tidak, dusun ini mampu menghasilkan kurang lebih 1000 ton gabah sekali panen dan dengan bantuan irigasi dari bendungan pattiro, didusun ini mampu panen 3 kali dalam setahun.
Wajar saja kalau tempat ini sangat asing ditelinga pembaca karena pembaca lebih tertarik membahas sesuatu yang sedang trand pada saat itu, sebut saja salah satu contoh kasus ketika anda mengunjungi warkop, pemuda yang nongkrong tidak lagi membahas soal wanita, tapi saat ini pemuda lebih tertarik untuk membahas batu bacan, batu akik, batu giok dan saudara-saudaranya. Jangankan untuk membahas wilayah penghasil beras khususnya disul-sel lebih khususnya lagi di Bone, pembahasan soal wanita diantara pemuda-pemuda saja dengan mudahnya tersingkir oleh pembahasan soal batu bacan dan saudara-saudara-saudaranya. Benar apa kata pemikir modernis, bahwa kecenderungan masyarakat modern lata terhadap perkembangan zaman, begitu pula yang terjadi denga masyarakat Indonesia hari ini.

Pasti ada yang berfikiran kenapa saya harus mempublish beberapa hal menurut saya menarik dari tempat ini, padahal kalau dilihat secara kasat mata, tidak ada yang istimewa. Satu-satunya alasan saya dalam menulis artikel ini karena tepat ini adalah kampung halaman saya, tempat yang awalnya mempekenalkan saya tentang berbagai hal, mulai dari budaya, kehidupan, sampai saya bisa mengenal Makassar dan orang-orang yang membuat cara berfikir saya berubah 180 %. Saya hanya bisa mengatakan jangan pernah melupakan kampung halaman karena dari sanalah kita mulai bisa mengenal segalanya.

0 comments: