Sekitar 6 bulan lalu dipojok sebuah warkop dengan desain
sederhana namun tidak pernah sepi oleh pengunjung duduklah 5 orang mahasiswa
yang sedang asik berdiskusi (aku sangat yakin mereka semua mahasiswa karena
salah satu dari mereka adalah aku). Salah satu diskusi kami mengantarkan aku
mengenal salah satu website yang cukup populer saat ini, mulai dari masyarakat
kelas pemberontak, kelas menengah ngehek sampai dengan masyarakat kelas galau (fans
fanatic Raditya Dika) pasti mengenal website itu dan website itu sampai saat
anda membaca tulisan ini membuat aku seakan kecanduan zat kimia adiktif yang
membuat aku merasa harus mengunjungi website tersebut minimal sekali sehari. Kepada
seluruh interneter sejagat maya, yang belum terinfeksi virus yang disebarkan
oleh website ini aku sarankan mending urungkan niat kalian untuk
mengunjunginya. Aku tidak mau ada lagi korban selanjutnya setelah aku.
Belakangan aku tau, selama ini odo-odoku (gebetan dalam bahasa Makassar)juga
ternyata pengunjung setia situs ini. Sampai suatu saat aku memutuskan untuk
mengirim tulisan kesitus tersebut, siapa yang tidak merasa bangga coba
tulisannya terpampang diberanda situs media online yang konon katanya nomor
wahid sejagat dan hal itu dibenarkan oleh kakanda terhormat Phutut EA (nassami
napayoi, kah dia kepala sukuna Mojok.co/yah jelas dibenarkan, dia kan kepala
suku mojok.co, mana mungkin dia jelek-jelekkan coba, mikirrr.!!!!). Ditambah
lagi ketika tulisanku dibaca sama odo-odoku, maka akan bertambahlah peluangku
untuk keluar sebagai pemenang hatinya si doy.
Dengan kesiapan 86, optimisme 45 dan dalam tempo yang
lumayan singkat, akhirnya selesai juga tulisan itu dan siap didaratkan kesitus
mojok. Dengan mengucap bismillah dan hamdalah maka aku kirimlah tulisanku
keMOJOK, ditambah dengan sedikit bumbu2 bahasa maggolla (bahasa yang sedikit menjilat, tapi sedikit ji) kepada
para pejabat mojok.
Aku sangat yakin kualitas tulisan mulai dari pemilihan kata
sampai pada penggunaan tanda baca dibuku Cinta
Tak Pernah Tepat Waktunya Phutut EA masih kalah dibanding tulisan yang aku
daratkan dimojok, apa lagi Diplomat
Kenangannnya Agus Mulyadi, lewattt.
Oke, sekarang kita beralih keodo-odoku, sebut saja dia Becce.
Ceritanya begini: kesibukan kampus hari itu cukup melelahkan
bagi becce, selain karena jadwal kuliah yang full ditambah lagi harus
meluangkan waktu untuk lembaganya yang katanya akan melakukan perhelatan akbar
akhir bulan depan, sebelum kembali kerahmatullah ke-kost-annya. Setelah
tiba di-kost-an, hari sudah begitu sore, sambil menunggu Adzan magrib, seperti
biasa dia pasti berselancar didunia maya, dan mojok adalah situs wajib yang
harus ia kunjungi. Setelah beberapa artikel terbaru dia selesai baca maka
tibalah ia pada sebuah artikel dengan judul “**********” dan benar dugaan aku Becce
merasa penasaran dengan judul tersebut, dan alangkah kagetnya lagi setelah kata
demi kata dia baca, dia merasa kalau isi artikel itu sangat mirip dengan
kisahnya bersama seorang lelaki yang hampir tiap hari membuatnya merasa jenuh,
karena harus membalas bbm yang tidak terlalu dia harapkan. Tiba-tiba jantungnya
berdetak lebih kencang dari sebelumnya ketika pandangan tertuju pada nama
penulis artikel tersebut,padahal selama ini kalau dia membaca artikel dimojok
dia tidak peduli siapa penulisnya, yang membuat jantungnya berdetak kencang
karena nama penulisnya ternyata adalah Orang yang selama ini setia menambah
kejenuhannya hampir tiap hari. Secepat kilat dia melepas laptopnya dan
mengambil Hp kemudian mengirimkan aku mesej. “Aku Minta Maaf karena selama ini aku
tidak menyadari apa yang telah engkau berikan kepadaku, terima kasih atas
segalanya”
Satu minggu lebih telah berlalu, artikel yang aku kirim
tidak muncul-muncul diberanda mojok, membuat harapan ku untuk menscenariokan
kisah cintaku menjadi kisah cinta yang paling romantic sejagat mulai pupus.
Mulai saat itu aku merasa jengkel kepada mojok. Aku merasa kecewa. Ada apa
dengan mojok?
Bukan karena tulisanku tidak dimuat dimojok yang membuatku
jengkel, tapi lebih dari itu. Aku baru menyadari kalau mojok tidak lebih baik
dibanding Rangga yang sinis, rese, sok serius dan brengsek itu berjanji akan
kembali dalam satu purnama, tapi justru tiba-tiba muncul setelah ratusan
purnama tanpa rasa bersalah lagi (sama-sama PHP) Cuma bedanya rangga PHPnya sama
cinta, kalau mojok PHPnya sama aku. Pasti mojok akan berdalih, php apa coba,
mojok tidak pernah berjanji kepada cinta apalagi sama kamu. Kewajiban untuk
mengirim no. rekening bagi kontributor baru mojok yang katanya agar honor bisa
segera dikirimkan ketika karyanya telah diterbitkan justru bagi aku itu adalah
sebuah kepastian yang melebihi segala jenis janji bahkan melebihi janji suci
yang disaksikan oleh penghulu. Kurang pasti apa coba, bahasanya jelass wajib
bukan sunnah.
Coba bayangkan jika seandainya yang berada diposisi aku
adalah Agus Mulyadi, yang sampai sekarang masa depannya untuk merajut rumah
tangga yang sakinah mawaddah warahmah masih menjadi tanda Tanya besar, aku
yakin dia pasti akan mengakhiri hidupnya secara mengenaskan.
Jika ditinjau dari perspektif materialism dialektis Karl
Marx, aku mencoba membagi dua jenis kaum penulis, pertama penulis kelas borjuis
baru yang direpresentasikan oleh Phutut Ea, Agus Mulyadi, Aan Mansyur, Arman
Dhani, Edward S Kennedy, dan para ngehek-ngeheknya, yang kedua kelas penulis
proletar yang menulis murni karena dorongan alamiahnya tanpa ada faktor-faktor
pragmatis dari luar, tapi tidak memiliki panggung di dunia kepenulisan. Mojok
katanya sebagai media alternative yang muncul ditengah menurunnya citra media
mainstream hari ini karena dianggap terlalu subjektif dalam menyajikan
informasi kepada public layaknya oase ditengah padang pasir yang gersang bagi
para interneter yang sudah gerah dengan pemberitaan media mainstream hari ini.
Mereka seakan menemukan kembali gairahnya. Aku melihat justru berbeda,karena
peran media-media alternative seperti mojok, nama-nama penulis kelas borjuis baru terus
terorbit bahkan sampai menyalib penulis kelas borjuis lama, sebut saja Aan
mansyur yang puisi-puisinya menjadi icon di film AADC2 , ini membuktikan bahwa
penulis sekaliber Tere Liye, De Lestari, Pidi Baiq lewattt (kapanki menikah kakak.???). Disisi lain
penulis kelas proletariat yang memang dari sononya tidak memiliki panggung
semakin tenggelam dengan harapan-harapanya, padahal harapannya sederhana, semua
karena CINTA. Penulis kelas borjuis baru semakin meroket dan penulis kelas
proletar semakin galau. Itu bukan salah gue, bukan salah temen-temen gue tapi
salah khilafah MOJOK.
Mulai saat itu aku mengutuk situs mojok, tapi aku juga sadar
siapa aku dimata mojok, yang punya hak mengutuk kan orang tua, itupun hanya
kutukan ibu si maling kundang yang berhasil, kutukan ibu-ibu lain kepada anaknya
belum ada yang terbukti, ditambah lagi aku bukan ibunya mojok. Daripada
mengutuk mending aku fatwakan saja kepada para interneter bahwa haram hukumnya
mengunjungi situs tersebut, karena mojok alih-alih memperjuangkan hak kaum
tertindas justru malah dia adalah momok penindas baru bagi para pecinta kelas
menengah kebawa yang berusaha mengaktualkan romantisme kisah cintanya lewat
tulisan. Tapi lagi-lagi apa daya, aku bukanlah lembaga yang punya legitimasi
untuk mengeluarkan fatwa, seperti lembaga-lembaga yang berhak menentukan halal
haramnya jilbab, kafir tidaknya kelompok tertentu.
Akhirnya hasil perenungan membuat aku sampai pada kesimpulan
bahwa diriku telah menambah deretan nama-nama kaum skeptic yang memasrahkan
semua realitas menguasai dirinya, yang berharap kisahnya seperti kisah cinta
yang meskipun diphp oleh rangga selama ratusan purnama tetapi diakhir kisahnya
keberuntungan berpihak kepadanya karena pertemukan dengan konglomerat kaya.
Aku benci mojok itu saja.!!!
0 comments:
Post a Comment