Ilustrasi |
Dan bagi sebagian ulama menganggap bahwa malam nisfu Sya’ban adalah salah satu malam mulia setelah malam lailatul qadar, jadi dimalam ini kaum muslim dianjurkan untuk melakukan amalan-amalan karena pahalanya akan dilipat gandakan dibanding malam-malam biasanya. Namun malam ini yang seharusnya memperbanyak amalan justru banyak penomena menarik yang saya temukan, diantara ada yang menghabiskan malamnya dengan kebiasaan-kebiasaan yang sama dengan malam-malam sebelumnya, ada yang sibuk berdebat mengenai peta politik antara prabowo dan jokowi (maklum sekarang musim kampanye pilpres). Ada yang menghabiskan malamnya dengan menonton film yang dianggapnya film penomenal, judul filmnya Rayya Cahaya diatas Cahaya (itu saya). Ada yang menyibukkan malamnya dengan broadcast dibbm dengan dalih mengingatkan kalau malam ini adalah malam nisfu Sya’ban, sambil mengutip hadist yang mengatakan bahwa “barang siapa yang mengingatkan kedatangan bulan ini, HARAM API NERAKA baginya” (seharusnya cantumkan perawinya).
Ketika
membaca pesan tersebut orang-orang yang memiliki pemikiran agak nakal bisa saja
beranggapan bahwa sungguh mudah kalau kita ingin masuk surga, hanya
mengingatkan kalau malam ini adalah malam nisfu Sya’ban, api neraka haram bagi
kita, negasinya masuk surga, kalau misalnya kita telah mengingatkan kedatangan
bulan ini berarti api neraka telah diharam bagi kita, tapi setelah kita
mengingatkan dan kembali lagi bermaksiat-maksiatan apakah api neraka masih
haram bagi kita? Kalaupun masih haram berarti sungguh gampang kalau kita mau
masuk surga, tapi kalaupun tidak artinya tidak ada jaminan kalau mengingatkan
kedatangan bulan ini api neraka diharamkan bagi kita. Apalagi kalau yang
berusaha menafsirkan hadist ini adalah orang awam seperti saya, saya juga pasti
akan beranggapan demikian. Untungnya zaman kita berada pada zaman kebebasan,
zaman yang tidak lagi mengekang daya nalar dan pikiran manusia, zaman yang
diperjuangkan oleh Galileo sampai Rene Descartes dan kawan-kawan, seandainya
tidak saya pasti sudah dilabeli kafir oleh segelintir orang yang makna kafir
itu sendiri belum tentu mereka pahami hakikatnya. Terserah penilaian orang lain
terhadap saya, tapi intinya saya seorang Muslim, meskipun bukan muslim yang
alim, hanya orang yang berusaha taat kepada Sang Penciptanya. Saya teringat
kata-kata seorang pemeran film yang barusan saya nonton RAYYA yang bernama
Arya/Tio Pakusadewo “orang yang hebat agamanya adalah orang yang mampu
menyembunyikan alimnya.” Tapi kayaknya saya masih tidak termasuk orang yang
dimaksud oleh Arya.
Saya tidak
sedang mempermasalahkan sahihnya hadist tersebut, mungkin saja penafsiran
hadist tersebut bukan seperti apa yang mampu ditangkap oleh orang yang memiliki
kedangkalan pengetahuan seperti saya. Jadi saya hanya ingin menyampaikan bahwa
hadist hadir bukan untuk berusaha membenar-benarkan apalagi
menggampang-gampangkan amalan-amalan dengan menukil hadist. Karena bisa jadi
maksud hadist tersebut tidak seperti apa yang mampu ditangkap oleh orang-orang
yang membacanya. Jika kita menyampaikan sesuatu hal yang menurut kita adalah
hal yang baik namun justru membuat orang jauh dari kebenaran sama halnya dengan
berdosa, apalagi dengan menukil hadist yang tidak kita pahami esensinya, maka
yang terjadi adalah dosa social yang akan membudaya.
Makassar, 13 Juni 2014
0 comments:
Post a Comment