Pagi-pagi sekali disudut taman kota dia duduk sendiri,
sepertinya dia sedang menunggu seseorang, itu tergambar dari ketenangannya
menyambut matahari pagi terbit. Ingin sekali aku menyapanya tapi apa daya aku
seorang pemalu, tak tau harus berkata apa untuk memulai pembicaraan dengan
orang yang belum aku kenal. Jadi kuputuskan saja hanya memperhatikan dari jauh.
Sebenarnya siapa yang dia tunggu.?
Hari semakin siang dia masih saja setia duduk dikursi taman
itu, aku yang dari tadi sibuk dengan aktifitasku mengolah raga dengan lari-lari
kecil disekitaran taman itu, tak bisa melepas pandangan darinya. Kehadirannya
disitu sangat mengganggu mataku, berbeda dengan kebanyakan orang-orang yang
bertandang ditempat itu, mereka menghabiskan paginya dengan berbagai macam
aktifitas, dan itu merupakan rutinitas yang sudah biasa saya perhatikan
dihari-hari sebelumnya. Ada sepasang suami istri yang terlihat bahagia,
diantaranya ada anak kecil yang sementara belajar berjalan itu terlihat dari
cara jalannya yang masih terseok-seok, ada yang lari-lari kecil memutari taman
itu, disalah satu sudut ada kakek yang menemani seorang nenek berjalan
bolak-balik diatas batu kerikil yang sekali-sekali menoleh untuk memberikan
senyuman kecilnya untuk sikakek. Ada beberapa wanita yang potongan pakaiannya
sangat kurang, berjalan sambil menggenggam gadget.
Berbeda dengan sosok itu. Itu semua tidak membuatku
mengalihkan perhatian dari sosok yang duduk dikursi itu. Rambutnya agak ikal
terurai, mamakai gaun putih kekuning-kuningan, dari penampilannya dia tidak
berniat untuk berolahraga pagi itu, dia hanya duduk memandang kedepan dengan
pandangan kosong. Karena rasa penasaranku kian bertambah maka aku putuskan saja
untuk melintas dihadapannya, tepat disaat aku merasa tatapanku beradu dengan
tatapannya aku melempar senyum kecil kepadanya, dia membalasnya dengan kaku,
tanpa ekspresi apalagi senyuman. Akupun berlalu dari hadapannya dan membawa
segudang pertanyaan, mungkinkah senyumanku kurang meyakinkan untuk dibalas.?
Ataukah mungkin saja dia enggan membalas sapaan orang yang belum ia kenal.?
Tapi aku tidak yakin dizaman seperti ini masih ada manusia seperti itu.
Rasa penasaranku kian menjadi, aku ulangi sekali lagi apa
yang sudah saya lakukan sebelumnya, dan lagi-lagi aku tetap mendapat perlakuan
yang sama dari sebelumnya. Peristiwa yang saya alami pagi ini membuat saya
merasa yakin dengan apa yang dirasakan dan ditentang oleh pemikir
eksistensialis yang bernama Sartre, dia meyakini bahwa setiap benda memiliki
daya tarik yang luar biasa. Daya tarik itu mampu membuat setiap orang
kehilangan kesadarannya. Lebih jauh Sartre mengatakan bahwa disaat seseorang
terpukau terhadap sesuatu, pada saat itu pula eksistensi dirinya dikuasai dan
sepenuhnya dikendalikan oleh benda tersebut, dan itulah yang saya rasakan saat
ini, daya tarik sosok wanita yang duduk itu membuat kesadaran saya hilang
digantikan dengan rasa penasaran terhadapnya, saya tidak lagi merasakan
kehadiran jiwaku ada dalam ragaku, tapi jiwaku terbawa oleh keterpukauanku
kepada sosok itu. Jiwaku yang saat itu sepenuhnya dikendalikan oleh sosok itu
kemudian memaksa ragaku untuk datang menghampirinya dan ragaku tidak punya
kemampuan untuk menolak. Dengan perasaan yang sebenarnya cukup tegang coba saya
kendalikan agar bisa terlihat santai, saya perlahan menghampiri sosok itu dan
duduk disebelahnya, kebetulan kursi yang dia tempati lumayan panjang untuk
ditempati berdua.
Aku mengumpulkan sisa energy yang sudah terkuras hanya
karena ingin mendapat respon dari senyum kecil yang aku berikan padanya, dengan
harapan energy yang berhasil aku kumpulkan masih memiliki kemampuan untuk
menyapanya dengan suara.
Dengan perlahan aku membalikkan kepala menghadap kepadanya,
secara perlahan pula aku menyapanya “Hay.!!!!!”
(Bersambung)
0 comments:
Post a Comment