Monday, May 16, 2016

11:01 AM
Pagi-pagi sekali disudut taman kota dia duduk sendiri, sepertinya dia sedang menunggu seseorang, itu tergambar dari ketenangannya menyambut matahari pagi terbit. Ingin sekali aku menyapanya tapi apa daya aku seorang pemalu, tak tau harus berkata apa untuk memulai pembicaraan dengan orang yang belum aku kenal. Jadi kuputuskan saja hanya memperhatikan dari jauh. Sebenarnya siapa yang dia tunggu.?

Hari semakin siang dia masih saja setia duduk dikursi taman itu, aku yang dari tadi sibuk dengan aktifitasku mengolah raga dengan lari-lari kecil disekitaran taman itu, tak bisa melepas pandangan darinya. Kehadirannya disitu sangat mengganggu mataku, berbeda dengan kebanyakan orang-orang yang bertandang ditempat itu, mereka menghabiskan paginya dengan berbagai macam aktifitas, dan itu merupakan rutinitas yang sudah biasa saya perhatikan dihari-hari sebelumnya. Ada sepasang suami istri yang terlihat bahagia, diantaranya ada anak kecil yang sementara belajar berjalan itu terlihat dari cara jalannya yang masih terseok-seok, ada yang lari-lari kecil memutari taman itu, disalah satu sudut ada kakek yang menemani seorang nenek berjalan bolak-balik diatas batu kerikil yang sekali-sekali menoleh untuk memberikan senyuman kecilnya untuk sikakek. Ada beberapa wanita yang potongan pakaiannya sangat kurang, berjalan sambil menggenggam gadget.

Berbeda dengan sosok itu. Itu semua tidak membuatku mengalihkan perhatian dari sosok yang duduk dikursi itu. Rambutnya agak ikal terurai, mamakai gaun putih kekuning-kuningan, dari penampilannya dia tidak berniat untuk berolahraga pagi itu, dia hanya duduk memandang kedepan dengan pandangan kosong. Karena rasa penasaranku kian bertambah maka aku putuskan saja untuk melintas dihadapannya, tepat disaat aku merasa tatapanku beradu dengan tatapannya aku melempar senyum kecil kepadanya, dia membalasnya dengan kaku, tanpa ekspresi apalagi senyuman. Akupun berlalu dari hadapannya dan membawa segudang pertanyaan, mungkinkah senyumanku kurang meyakinkan untuk dibalas.? Ataukah mungkin saja dia enggan membalas sapaan orang yang belum ia kenal.? Tapi aku tidak yakin dizaman seperti ini masih ada manusia seperti itu.

Rasa penasaranku kian menjadi, aku ulangi sekali lagi apa yang sudah saya lakukan sebelumnya, dan lagi-lagi aku tetap mendapat perlakuan yang sama dari sebelumnya. Peristiwa yang saya alami pagi ini membuat saya merasa yakin dengan apa yang dirasakan dan ditentang oleh pemikir eksistensialis yang bernama Sartre, dia meyakini bahwa setiap benda memiliki daya tarik yang luar biasa. Daya tarik itu mampu membuat setiap orang kehilangan kesadarannya. Lebih jauh Sartre mengatakan bahwa disaat seseorang terpukau terhadap sesuatu, pada saat itu pula eksistensi dirinya dikuasai dan sepenuhnya dikendalikan oleh benda tersebut, dan itulah yang saya rasakan saat ini, daya tarik sosok wanita yang duduk itu membuat kesadaran saya hilang digantikan dengan rasa penasaran terhadapnya, saya tidak lagi merasakan kehadiran jiwaku ada dalam ragaku, tapi jiwaku terbawa oleh keterpukauanku kepada sosok itu. Jiwaku yang saat itu sepenuhnya dikendalikan oleh sosok itu kemudian memaksa ragaku untuk datang menghampirinya dan ragaku tidak punya kemampuan untuk menolak. Dengan perasaan yang sebenarnya cukup tegang coba saya kendalikan agar bisa terlihat santai, saya perlahan menghampiri sosok itu dan duduk disebelahnya, kebetulan kursi yang dia tempati lumayan panjang untuk ditempati berdua.

Aku mengumpulkan sisa energy yang sudah terkuras hanya karena ingin mendapat respon dari senyum kecil yang aku berikan padanya, dengan harapan energy yang berhasil aku kumpulkan masih memiliki kemampuan untuk menyapanya dengan suara.
Dengan perlahan aku membalikkan kepala menghadap kepadanya, secara perlahan pula aku menyapanya “Hay.!!!!!”


(Bersambung)

0 comments: