Lembah Ramma |
Dalam kegiatan ini saya
bertindak sebagai salah satu perangkat jalur tepatnya leader dijalur Biroro 1,
seperti tahun-tahun sebelumnya peserta selalu dibagi dalam beberapa jalur. Cuaca
pada saat itu membuat kami beranggapan bahwa cuaca sedang tidak berpihak kepada
kami, kabut tebal, hujan deras yang sesekali disusul dengan badai mengiringi
langkah kami selama perjalanan.
Untuk sampai
dipuncak tallung kami butuh waktu selama 3,5 jam perjalanan dari desa topidi.
Tiba dipuncak tallung rasa lelah terasa mulai hilang seketika saat memandangi
hamparan lembah ramma yang terlihat eksotik dari puncak Tallung, kebetulan
sekali kabut agak menipis pada saat itu membuat mata ini bebas-sebebasnya
memandangi lukisan agung Sang Pencipta. Teringat tiga tahun silam perjalanan
saya ke Lembah ramma yang dulunya saya
sebagai peserta OPKL dan kini saya menjadi pemandu untuk peserta. Perjalanan
tiga tahun lalu yang baru bisa saya maknai saat ini. Saya baru menyadari dan
menganggap bahwa perjalan saya tiga tahun silam sebenarnya bukanlah perjalanan
fisik melainkan sebuah perjalanan jiwa. Ternyata anggapan orang selama ini yang
menganggap bahwa kehidupan dialam bebas itu keras menurut saya itu adalah hal
yang keliru. Tebing terjal, cuaca buruk, hutan lumut, gelap, kabut itu semua
adalah kodrat alam atau hukum-hukum alam, dan sama sekali tidak ada yang menakutkan.
Perlu kita pahami bahwa desahan serta rintihan alam yang kita pahami sebagai
bencana sebenarnya hanyalah cara-cara alam untuk berusaha mencari titik
keseimbangannya.
Menurut saya
kehidupan yang justru sangat menakutkan adalah kehidupan dikota. Di alam bebas
semua terjadi sesuai dengan apa yang telah ditakdirkan dan digariskan, dan
tidak akan keluar dari garis yang telah ditetapkan. Kadang kala kita menganggap
alam bebas kejam karena kita tidak mampu beradaptasi dengan mereka, padahal
sesungguhnya kitalah yang lemah. Dialam bebas semuanya sudah disiapkan tinggal
kita memilih, sungguh merugilah kita sebagai manusia jika tidak mampu
beradaptasi dengan alam bebas yang nyatanya kita adalah makhluk yang paling
mulia diantara semua makhluk. Dimana kemuliaan itu jika ternyata hewan lebih
mampu hidup dialam bebas dibanding kita. Jadi tidak ada yang kejam dialam
bebas, makhluk yang tidak berakal saja mampu hidup apalagi hewan yang berakal.
Dikota kita tidak akan menemukan hewan atau tumbuhan yang mampu hidup tanpa
bantuan manusia. Segala aspek kehidupan dikota berada ditangan Sikaya, semua
hal dikendalikan olehnya dan simiskin hanya bisa berusaha bertahan hidup dan
meratapi garis hidup dan takdirnya yang bukan dari tuhan melainkan takdir yang
dibuat oleh sikaya. Hal ini baru aku sadari saat melakukan perjalanan ke lembah
ramma pada kegiatan opkl XVIII, dari situ saya berkesimpulan bahwa ternyata
perjalanan saya dikegiatan OPKL adalah sebuah perjalanan jiwa bukan hanya
perjalanan fisik semata, karena diperjalanan inilah saya menghasilkan
perenungan yang tidak aku dapatkan diperjalanan-perjalanan saya sebelumnya.
Renungkanlah jika engkau hanya mendapatkan kondisi caos saat melakukan
perjalanan alam.
Makassar Januari
2014
0 comments:
Post a Comment