Ilustrasi |
Itu sebabnya energi mereka terpelihara
dengan baik, terkadang mereka melakukan latihan layaknya pasukan terlatih,
dengan batu dan parang saling baku hantam sesamanya. Tidak usah panik, inilah
anak mudah. Tanpa kelahi, mana mungkin palu mereka terlatih robohkan kekuasaan.
Dengan kelahi, anak-anak mudah itu telah menjadi generasi bunga dengan cara
mereka sendiri. Sebab mereka percaya kesantunan, senyuman, adat istiadat,
jongkok kemayu adalah feodalisme teselubung ala pulau seberang sana. Dikaki
Dewi Celebes sana, mereka mennolak untuk tertib. Sebab ketertiban hanyalah
senda gurau penguasa mengatasi kepanikan.
Di
Jakarta, jalanan bukan lagi milik anak mudah apalagi mahasiswa. Kampus-kampus
mereka telah tehubung baik dengan industri televisi. Organisasi mahasiswa masih
mengumpulkan massa , tetapi mereka tidak perlu lagi menyewa bus kota. Mereka
masih mengenakan jas almamater tetapi tidak lagi menantang teriknya matahari.
Mahasiswa-mahasiswa jakarta magang ditelevisi, menjadi massa yang senantiasa
bergantian audens talkshowtelevisi. Di kampus UI, jumlah mobil mahasiswanya
lebih banyak dibanding total mahasiswa miskin dikampus tersebut. Bagi anak-anak
mami itu, gerakan sosial adalah ancaman untuk kemapanan rutinitas mereka.
Bocah-bocah yang tidak pernah beranjak dewasa itudimanja oleh kampus. Mereka
tidak prerlu diskusi macam-macam, cukup main futsal saja diwaktu senjang. Sebab
disetiap fakultas tersedia lapangan futsal yang mungkin menjadi mimpi bagi
mahasiswa dikampus-kampus daerah. Beginilah cara kampus melayani anak mami,
dengan cara memaksa mereka tetap menjadi bocah-bocah mapan yang takut dengan
jalanan. Hari ini 9 Desember, karnaval besar di Jakarta. Di panggung jalanan
tidak tampak lagi anak-anak mudah dengan jaket almamater. Orang-orang
mengatakan inilah kebangkitan kelas menengah melawan korupsi. Beginilah cara
damai anak mudah menyampaikan sikap dan pendapat. Di tengah kerumunan massa,
aktor-aktor kelas menengah ini dan tentu saja minus mahasiswa jakarta
dipanggungnya, membacakan deklarasi. Mahasiswa jakarta terbiasa menjadi
penonton sebab mereka biasa dibayar oleh televisi. Tidsk punya inisiatif dalam aksi, sebab mereka
percaya belum saatnya menjadi bagian dari kelas menengah tercerahkan. Sementara
aktor-aktor menengah tidak bisa lagi dibilang mudah, terlalu banyak rekam jejak
yang perlu dipertanyakan, berkeluarga sehingga tidak berani mengambil resiko
apa-apa. Beginilah karnaval jalanan Jakarta, hanya pertunjukan televisi penuh
sopan santun, tanpa gairah dimana peserta aksi sama takutnya dengan penguasa.
Di Jakarta, penguasa dan penggugat dikalahkan oleh ketakutan mereka sendiri.
Tetapi dimana istilah kelas menengah dan agen perubahan hanya milik mahasiswa,
mereka menolak untuk takut. Disana demonstrasi tidak pernah berubanh menjadi
karnaval. Tangan tidak boleh berhenti terkepal. Dan bilah aparat pengaman telah
menyiapkan tameng dan tongkat, itu artinya jangan pernah bermimpi untuk pulang
disiang bolong. Mudah menuding aksi mereka rusuh, tidak terkendali, anarkis dan
segala macam tudingan lainnya. Tetapi bukankah memang demikian tabiat anak
mudah, sedikit konyol dan penuh gairah. Dalam sistem politik dimana semua
berpusat di Jakarta maka daerah-daerah bahkan sebesar Makassar tidak pernah
diisi oleh elit politik hingga pelacur kelas tinggi. Itu sebabnya panggung
mereka tidak memberi ruang untuk orang tua yang berusaha sok mudah. Jalanan
milik mahasiswa dan anak mudah. Jaket-jaket almamater mereka tidak pernah wangi
untuk acara televisi, mereka kumal dibakar terik matahari dan debu jalanan.
Maka bila di Makassar sana, anak-anak mudah masih berkelahi melawan ketertiban
sambil sesekali memungut batu sebagai senjata, dengan semua kekonyolan mereka
itulah semudah-mudahnya anak mudah. Dikampus-kampus makassar ragam kelas sosial
dan latar belakang mahasiswa masih terjaga. Kampus masih menjadi tempat yanga
nyaman untuk menyampaikan gagasan dan bukan bemain futsal. Nyali mereka
senantiasa tetap terpelihara sebab mereka tahu, jauh dari kekuasaan tidak satu
kekuatan pun akan melindungi mereka. Diantara kegelisahan kita melihat
mahsiswa-mahasiswa wangi dan centil yang berdandan menor mengendarai mobil
orang tuanya. Ada asa ditimur sana Jakarata tetap saja akan menjadi pusat kekuasaan
tetapi rasa-rasanya tidak akan lagi pernah menjadi pusat pelawanan mahasiswa.
Matahari tebit dari timur, perlawanan mahasiswa memberi cahaya dari ufuk sana.
Makassar adalah kiblat gerakan mahasiswa Indonesia. Selamat tinggal mahasiswa Jakarta.
Bye.s.ito ̴December 9th,2011
0 comments:
Post a Comment