Jam dinding tua yang bertengger
disudut dinding berwarna biru itu kembali berdenting menandakan waktu tepat
pukul 22:00. Pada saat yang hampir bersamaan gadget yang baru saja diletakkan
diatas meja tepat dibawah jam dinding tersebut mengisyaratkan kepada pemiliknya
bahwa sedang ada panggilan masuk. Didekatinya hp itu dan dilayar 4 inchnya
telihat jelas photo seorang wanita yang berperawakan separubaya namun keindahan
wajahnya masih terlihat jelas. Tanpa berfikir panjang panggilan itu langsung
dijawab.
“ia, halo, ada apa lagi sayang?”
“Besok pagi bisa kita ketemu?”
balas suara dari gadget tersebut
“Kok tiba-tiba telpon minta ketemu,
perasaan hampir tiap hari kita selalu ketemu dikampus!”
“Tapi ini penting, menyangkut masa
depan kita”
????????????????????????????????????
***
Pagi itu kondisi cuaca tidak begitu
cerah juga tidak ada tanda-tanda akan hujan dihari itu. Dua sejoli itu tampak
sedang duduk disalah satu koridor kampus tempat biasanya mereka duduk berdua.
Perempuan itu (sebut saja namanya
Bunga) bertanya kepada kekasihnya (sebut saja namanya kumbang). “Kumbang, benar
kamu mencintaiku?”
Dengan nada heran sikumbang
menjawab. “loh, kok pertanyaanmu aneh begitu? yah jelaslah, seandainya tidak,
mana mungkin sampai sekarang aku masih bertahan dengan hubungan kita”.
Bunga menarik nafas panjang dan
dengan nada terbata-bata dia menjawab. “aku hamil kumbang”. Tiba-tiba suasana
menjadi hening instrument musik india mulai terdengar dengan sayup ikut membuat
suasana menjadi sedih bercampur emosi.
Karena kumbang yakin kalau bunga
hamil karena dia, membuat kepala kumbang pusing tujuh keliling. “ jadi kita
harus bagaimana? bukannya aku tidak sayang kamu tapi umurku baru 24 tahun
sarjana saja belum, sedangkan kamu baru mau masuk 20 tahun, kita harus
bagaimana? Aku belum siap menikah bunga.” Instrument musik india tiba-tiba saja
berhenti.
Bersambung . . . . . .
Penggalan kisah diatas hanyalah
penggalan kisah fiksi yang sempat terbayang difikiranku kemudian saya sampaikan
dalam bentuk tulisan, tapi bukan berarti penggalan kisah tersebut tidak
memiliki realitas nyata, justru disekitar kita kisah-kisah seperti kisah diatas
bahkan bukanlah kisah yang dianggap asing. Kejadian seperti diatas sudah sering
terjadi dan hal itu sudah dianggap lumrah karena kedua pelaku menganggap mereka
memiliki hubungan dekat, memiliki ikatan sehingga mereka menganggap bahwa
dirinya bisa melakukan apa saja karena ada kesepakatan atas hubungan mereka.
Hubungan itu sering diistilahkan oleh kawula muda dengan istilah pacaran.
Apa sih itu pacar? Sejenis makanan
kah? Sejenis makhluk hidup kah? Atau hanya sebuah kata yang tidak memiliki
makna apalagi nilai. Tapi efek yang ditimbulkan dengan adanya istilah pacar
bisa membuat seorang wanita terhormat menjadi wanita paling hina karena hamil
diluar nikah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) pacar berarti teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan
berdasarkan cinta kasih. Dalam konteks ini saya harus mengakui bahwa saya tidak
sependapat dengan defenisi pacar yang dijelaskan oleh KBBI. Saya akan mencoba
menjelaskan istilah pacaran dengan pendekatan realitas dan murni dari
subjektifitas pribadi saya, artinya pemahaman saya mengenai istilah pacaran
bisa saja keliru.
Beberapa orang yang mencoba mencari
pembenaran atas adanya hal positif dari pacaran juga selalu hadir membumbui
perjalanan pemaknaan terhadap istilah pacaran, entah hal itu dilakukan murni
karena pengetahuan ataukah memang hanya dalih agar bisa memuluskan modus-modus
terselubungnya dalam menggaet sosok idamannya. Salah satu pembenaran yang
paling sering saya dengar dari mulut mereka. Pacaran itu fase awal sebelum
menuju kehubungan yang lebih serius, fase pacaran itu fase saling mengenal satu
sama lain, fase saling belajar menerima satu sama lain. Pertanyaan saya
sederhana semua fase itu apakah tidak bisa dilakukan kalau tidak ada ikatan
pacaran? Tidak bisakah kita melewati fase-fase diatas jika hanya bersahabat
atau berteman? Kalau tidak bisa yah memang harus pacaran, tapi siapa yang lebih
tahu luar dalam seseorang selain keluarga kalau bukan sahabatnya.
Pendapat lain juga mengatakan bahwa
pacaran itu tidak hanya sebatas ngapel, mengontrol semua gerak gerik pacar,
mencemburui orang yang mendekatinya tapi pacaran juga merupakan hubungan yang
bisa mendewasakan, saling melengkapi kekurangan, saling menasehati, saling
memberikan dukungan. Jika kau anggap seorang pacar bisa melindungimu, tidakkah
engkau merasa terlindungi oleh kehadiran orang tuamu? Jika engkau merasa bahwa
pacar memberi semangat, motivasi, serta menasehati, kau anggap apa selama ini
orang-orang yang engkau anggap sebagai kakak? Lantas apa hal positif yang bisa
dihasilkan dengan adanya hubungan pacaran?
Coba masing-masing dari kita kembali
merefleksi seluruh dimensi kehidupan yang ada. Hal apa yang bisa diberikan
pacar dan hal itu tidak bisa diberikan orang-tua, saudara, sahabat, senior, dan
istilah-istilah ikatan kekeluargaan yang lain? Saat seseorang memarahi atau
menasehati pacarnya, sebenarnya pada saat itu posisi dia bukan sebagai pacar
tetapi kakak yang baik, ketika seseorang hanya terdiam dan mengiakan semua
nasehat dari pacarnya pada saat itu dia memposisikan dirinya sebagai adik.
Kenapa saya bilang begitu karena kakak beradiklah yang saling menasehati, dan
terkadang dibumbui dengan pertengkaran-pertengkaran kecil. Lantas kapan
hubungan bisa dikatakan benar-benar pacaran. Bagi saya tidak ada, yang ada
hanyalah pengklaiman-pengklaiman, tidak lebih. Seorang pria dengan santainya
berani memegang tangan seorang wanita itu karena si pria mengklaim bahwa si wanita
itu pacarnya, mana berani seorang pria dengan santai langsung memegang tangan
wanita yang dia tidak anggap sebagai pacar. Mana berani seorang lelaki memeluk
seorang wanita yang bukan pacarnya, lelaki dan wanita dengan santainya bisa
berciuman bahkan lebih dari itu karena pengklaiman pacaran.
Jadi istilah pacaran sebenarnya
hanyalah pengklaiman yang sering dijadikan dalih untuk memutus batas-batas
pergaulan antara laki-laki dan wanita. yang tadinya jika hanya sebatas teman,
kita tidak bisa saling bersentuhan, apalagi berciuman makanya harus berpacaran
dulu supaya bisa saling perpegangan tangan, berpelukan, berciuman, dan
seterusnya. Dan kita tahu bahwa berpegangan tangan, berpelukan, berciuman dan
seterusnya antara lawan jenis merupakan gambaran kerusakan moral jika ditinjau
dari pendekatan kebudayaan Indonesia. Budaya Indonesia tidak pernah mengajarkan
pemuda-pemudinya tentang konsep pacaran, tapi konsep pacaran diadopsi dari
budaya impor yang menyerang budaya Indonesia. Kenapa bisa ada permasalahan
social seperti hamil diluar nikah, aborsi dan lain-lain, karena pacaran. Saya
rasa saya tidak perlu memperlihatkan data tentang perbandingan wanita yang
masih perawan dan yang tidak pada usia remaja saat ini.
“Para wanita jagalah diri kalian, karena kelak anak-anak kalian berhak
lahir dari rahim seorang ibu yang suci dan terhormat. Jangan membuat anak-anak kalian
harus menanggung beban yang bukan karena kesalahannya tapi karena kesalahan
dimasa lalu kalian.”
Makassar, 02 Januari 2016
1 comments:
;((
Post a Comment