Saturday, January 2, 2016

6:40 AM
1
Jam dinding tua yang bertengger disudut dinding berwarna biru itu kembali berdenting menandakan waktu tepat pukul 22:00. Pada saat yang hampir bersamaan gadget yang baru saja diletakkan diatas meja tepat dibawah jam dinding tersebut mengisyaratkan kepada pemiliknya bahwa sedang ada panggilan masuk. Didekatinya hp itu dan dilayar 4 inchnya telihat jelas photo seorang wanita yang berperawakan separubaya namun keindahan wajahnya masih terlihat jelas. Tanpa berfikir panjang panggilan itu langsung dijawab.

“ia, halo, ada apa lagi sayang?”
“Besok pagi bisa kita ketemu?” balas suara dari gadget tersebut
“Kok tiba-tiba telpon minta ketemu, perasaan hampir tiap hari kita selalu ketemu dikampus!”
“Tapi ini penting, menyangkut masa depan kita”
????????????????????????????????????
***
Pagi itu kondisi cuaca tidak begitu cerah juga tidak ada tanda-tanda akan hujan dihari itu. Dua sejoli itu tampak sedang duduk disalah satu koridor kampus tempat biasanya mereka duduk berdua.
Perempuan itu (sebut saja namanya Bunga) bertanya kepada kekasihnya (sebut saja namanya kumbang). “Kumbang, benar kamu mencintaiku?”
Dengan nada heran sikumbang menjawab. “loh, kok pertanyaanmu aneh begitu? yah jelaslah, seandainya tidak, mana mungkin sampai sekarang aku masih bertahan dengan hubungan kita”.
Bunga menarik nafas panjang dan dengan nada terbata-bata dia menjawab. “aku hamil kumbang”. Tiba-tiba suasana menjadi hening instrument musik india mulai terdengar dengan sayup ikut membuat suasana menjadi sedih bercampur emosi.
Karena kumbang yakin kalau bunga hamil karena dia, membuat kepala kumbang pusing tujuh keliling. “ jadi kita harus bagaimana? bukannya aku tidak sayang kamu tapi umurku baru 24 tahun sarjana saja belum, sedangkan kamu baru mau masuk 20 tahun, kita harus bagaimana? Aku belum siap menikah bunga.” Instrument musik india tiba-tiba saja berhenti.
Bersambung . . . . . .
Penggalan kisah diatas hanyalah penggalan kisah fiksi yang sempat terbayang difikiranku kemudian saya sampaikan dalam bentuk tulisan, tapi bukan berarti penggalan kisah tersebut tidak memiliki realitas nyata, justru disekitar kita kisah-kisah seperti kisah diatas bahkan bukanlah kisah yang dianggap asing. Kejadian seperti diatas sudah sering terjadi dan hal itu sudah dianggap lumrah karena kedua pelaku menganggap mereka memiliki hubungan dekat, memiliki ikatan sehingga mereka menganggap bahwa dirinya bisa melakukan apa saja karena ada kesepakatan atas hubungan mereka. Hubungan itu sering diistilahkan oleh kawula muda dengan istilah pacaran.
Apa sih itu pacar? Sejenis makanan kah? Sejenis makhluk hidup kah? Atau hanya sebuah kata yang tidak memiliki makna apalagi nilai. Tapi efek yang ditimbulkan dengan adanya istilah pacar bisa membuat seorang wanita terhormat menjadi wanita paling hina karena hamil diluar nikah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pacar berarti teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Dalam konteks ini saya harus mengakui bahwa saya tidak sependapat dengan defenisi pacar yang dijelaskan oleh KBBI. Saya akan mencoba menjelaskan istilah pacaran dengan pendekatan realitas dan murni dari subjektifitas pribadi saya, artinya pemahaman saya mengenai istilah pacaran bisa saja keliru.
Beberapa orang yang mencoba mencari pembenaran atas adanya hal positif dari pacaran juga selalu hadir membumbui perjalanan pemaknaan terhadap istilah pacaran, entah hal itu dilakukan murni karena pengetahuan ataukah memang hanya dalih agar bisa memuluskan modus-modus terselubungnya dalam menggaet sosok idamannya. Salah satu pembenaran yang paling sering saya dengar dari mulut mereka. Pacaran itu fase awal sebelum menuju kehubungan yang lebih serius, fase pacaran itu fase saling mengenal satu sama lain, fase saling belajar menerima satu sama lain. Pertanyaan saya sederhana semua fase itu apakah tidak bisa dilakukan kalau tidak ada ikatan pacaran? Tidak bisakah kita melewati fase-fase diatas jika hanya bersahabat atau berteman? Kalau tidak bisa yah memang harus pacaran, tapi siapa yang lebih tahu luar dalam seseorang selain keluarga kalau bukan sahabatnya.
Pendapat lain juga mengatakan bahwa pacaran itu tidak hanya sebatas ngapel, mengontrol semua gerak gerik pacar, mencemburui orang yang mendekatinya tapi pacaran juga merupakan hubungan yang bisa mendewasakan, saling melengkapi kekurangan, saling menasehati, saling memberikan dukungan. Jika kau anggap seorang pacar bisa melindungimu, tidakkah engkau merasa terlindungi oleh kehadiran orang tuamu? Jika engkau merasa bahwa pacar memberi semangat, motivasi, serta menasehati, kau anggap apa selama ini orang-orang yang engkau anggap sebagai kakak? Lantas apa hal positif yang bisa dihasilkan dengan adanya hubungan pacaran?
Coba masing-masing dari kita kembali merefleksi seluruh dimensi kehidupan yang ada. Hal apa yang bisa diberikan pacar dan hal itu tidak bisa diberikan orang-tua, saudara, sahabat, senior, dan istilah-istilah ikatan kekeluargaan yang lain? Saat seseorang memarahi atau menasehati pacarnya, sebenarnya pada saat itu posisi dia bukan sebagai pacar tetapi kakak yang baik, ketika seseorang hanya terdiam dan mengiakan semua nasehat dari pacarnya pada saat itu dia memposisikan dirinya sebagai adik. Kenapa saya bilang begitu karena kakak beradiklah yang saling menasehati, dan terkadang dibumbui dengan pertengkaran-pertengkaran kecil. Lantas kapan hubungan bisa dikatakan benar-benar pacaran. Bagi saya tidak ada, yang ada hanyalah pengklaiman-pengklaiman, tidak lebih. Seorang pria dengan santainya berani memegang tangan seorang wanita itu karena si pria mengklaim bahwa si wanita itu pacarnya, mana berani seorang pria dengan santai langsung memegang tangan wanita yang dia tidak anggap sebagai pacar. Mana berani seorang lelaki memeluk seorang wanita yang bukan pacarnya, lelaki dan wanita dengan santainya bisa berciuman bahkan lebih dari itu karena pengklaiman pacaran.
Jadi istilah pacaran sebenarnya hanyalah pengklaiman yang sering dijadikan dalih untuk memutus batas-batas pergaulan antara laki-laki dan wanita. yang tadinya jika hanya sebatas teman, kita tidak bisa saling bersentuhan, apalagi berciuman makanya harus berpacaran dulu supaya bisa saling perpegangan tangan, berpelukan, berciuman, dan seterusnya. Dan kita tahu bahwa berpegangan tangan, berpelukan, berciuman dan seterusnya antara lawan jenis merupakan gambaran kerusakan moral jika ditinjau dari pendekatan kebudayaan Indonesia. Budaya Indonesia tidak pernah mengajarkan pemuda-pemudinya tentang konsep pacaran, tapi konsep pacaran diadopsi dari budaya impor yang menyerang budaya Indonesia. Kenapa bisa ada permasalahan social seperti hamil diluar nikah, aborsi dan lain-lain, karena pacaran. Saya rasa saya tidak perlu memperlihatkan data tentang perbandingan wanita yang masih perawan dan yang tidak pada usia remaja saat ini.

“Para wanita jagalah diri kalian, karena kelak anak-anak kalian berhak lahir dari rahim seorang ibu yang suci dan terhormat. Jangan membuat anak-anak kalian harus menanggung beban yang bukan karena kesalahannya tapi karena kesalahan dimasa lalu kalian.”


Makassar, 02 Januari 2016