Sunday, June 18, 2017

Puasa adalah rutinitas tahunan bagi umat muslim, bahkan puasa menjadi sebuah komoditi tersendiri dari sudut pandang perekonomian. Fakta yang menunjukkan bahwa indonesia menjadi sebuah negara dengan penduduk muslim terbesar didunia menjadi potensial untuk dijadikan sumber pundi-pundi mesin penghasil uang meskipun sifatnya yang momentuman. Setiap korporat berlomba-lomba melabeli produknya dengan tagline-tagline yang berhubungan dengan puasa. Jauh-jauh hari sebelum agenda wajib bagi umat muslim ini digelar, iklan mulai bermunculan dengan mempetontonkan simbol-simbol tertentu yang setiap penonton mampu menangkap makna bahwa sebentar lagi akan tiba bulan yang penuh berkah itu, bulan ramadhan. Tidak ketinggalan pula tokoh-tokoh politik memberikan ucapan menyambut bulan ramadhan lewat baliho-baliho dipinggir jalan.

Bulan ramadhan memang menjadi bulan penuh berkah tidak hanya bagi korporasi, berkahnya bulan tersebut  juga belaku bagi orang-orang pinggiran, kaum duafa dan semua lapisan masyarakat akan merasakan berkahnya. Undangan buka puasa berdatangan dari setiap relasi, bulan tersebut juga terkadang dijadikan momen reunian bagi mereka yang pernah bersama hidup berserikat tapi kemudian terpisah jarak karena jalan hidup yang berbeda. Undangan buka puasa disosial media mengantri untuk dihadiri. Lembaga-lembaga sosial kembali kebanjiran sumbangan dari mereka yang ingin menukar hartanya dengan pahala. Mesjid-mesjid menggelar agenda buka puasa yang terbuka untuk umum. Pembagian takjil gratis dengan mudahnya didapat disepanjang jalan protokol kota. Toko-toko online menelurkan program promo ramadhan dengan diskon besar-besaran. Anak-anak desa akan bersuka ria dengan kebahagiaan yang dirasakan melebihi kebahagian dibulan-bulan lainnya. Bahkan mesjid-mesjid yang biasa pintunya tertutup rapat mulai ramai dikunjungi oleh pemuda-pemudi disaat subuh.

Setidaknya itulah secercah gambaran keberkahan yang disalurkan oleh bulan ramadhan. Belum lagi keberkahan yang sifatnya hakiki dan fitrawi, tapi itu terlampau teologis untuk dibahas oleh saya yang hanya bermodal pengalaman sehari-hari. Biarlah para urafa yang mengambil alih penjelasan tersebut. Saya hanya akan mengulas bagian terluarnya saja berdasarkan pengalaman yang saya amati disekitar lingkungan saya.

Dibalik limpahan keberkahan puasa dibulan ramadhan, terlepas dari budaya yang menjalar meranting dari adanya perintah puasa dari sang Khalik. sadar tidak disadari, umat muslim seringkali memberi harga tersendiri terhadap ritual puasanya yang terkadang harga yang diberikannya justru lebih rendah dari hakikat harga puasa itu sendiri. Seperti yang  dipahami bahwa puasa merupakan ritual untuk menempa pribadi setiap individu dengan menahan setiap godaan nafsu mulai dari rasa lapar dan haus sampai pada godaan-godaan lain yang mampu menjadikan seseorang semakin menjauh dari tujuan diciptakannya. Seharusnya produk yang dihasilkan oleh puasa mampu menjadikan pelakonnya menjadi lebih bijaksana dari sebelumnya, lebih arif dari sebelumnya, lebih manusiawi dari sebelumnya, lebih menghargai persamaan dan perbedaan.

Namun kenyataan terkadang menampakkan hal yang berbeda. Ketika kita berpuasa, seringkali kita memposisikan bahkan merasa bahwa diri kita lebih mulia dari orang-orang disekitar kita terlebih lagi kepada mereka yang tidak berpuasa. Kita ingin dihargai oleh mereka yang tidak berpuasa. Kita akan merasa risih melihat warung atau rumah makan yang buka pada saat bulan ramadhan. Bukankah yang menjalankan ujian puasa adalah orang-orang yang sedang berpuasa? Kenapa kita mesti dihargai oleh mereka yang tidak berpuasa? Bukankah puasa kita akan lebih bernilai jika kita berada diantara mereka yang tidak berpuasa tapi tidak tergoda untuk membatalkan puasa. Justru kita yang  sedang berpuasalah seharusnya menghargai mereka yang tidak berpuasa, karena bukankah belajar menghargai orang lain adalah bagian dari ujian puasa. Nilai sebuah puasa dilingkungan yang sudah dikondisikan tanpa makanan dan minuman pasti berbeda nilainya dibanding puasa dilingkungan yang godaannya melimpah ruah tapi mampu kita lalui dengan modal keyakinan dan keimanan.
Sederhanya tetaplah berpuasa tanpa memikirkan penghargaan seperti apa yang harus mereka berikan kepada kita. Pikirkanlah, apa yang harus diperbuat untuk mereka agar puasa yang dijalankan tetap bernilai dan lingkungan sosial kita tetap berjalan sebagaimana mestinya.


Makassar, 21 Ramadhan 1948 H bertepatan dengan 16 Juni 2017

1 comments:

Cara membuat pupuk kandang fermentasi said...

infonya sangat bermanfaat sekali, bulan puasa sudah di depan mata tahun ini, semangat!