Puasa adalah rutinitas tahunan bagi umat muslim, bahkan
puasa menjadi sebuah komoditi tersendiri dari sudut pandang perekonomian. Fakta
yang menunjukkan bahwa indonesia menjadi sebuah negara dengan penduduk muslim
terbesar didunia menjadi potensial untuk dijadikan sumber pundi-pundi mesin
penghasil uang meskipun sifatnya yang momentuman. Setiap korporat
berlomba-lomba melabeli produknya dengan tagline-tagline yang berhubungan
dengan puasa. Jauh-jauh hari sebelum agenda wajib bagi umat muslim ini digelar,
iklan mulai bermunculan dengan mempetontonkan simbol-simbol tertentu yang
setiap penonton mampu menangkap makna bahwa sebentar lagi akan tiba bulan yang
penuh berkah itu, bulan ramadhan. Tidak ketinggalan pula tokoh-tokoh politik
memberikan ucapan menyambut bulan ramadhan lewat baliho-baliho dipinggir jalan.
Bulan ramadhan memang menjadi bulan penuh berkah tidak hanya
bagi korporasi, berkahnya bulan tersebut
juga belaku bagi orang-orang pinggiran, kaum duafa dan semua lapisan
masyarakat akan merasakan berkahnya. Undangan buka puasa berdatangan dari
setiap relasi, bulan tersebut juga terkadang dijadikan momen reunian bagi
mereka yang pernah bersama hidup berserikat tapi kemudian terpisah jarak karena
jalan hidup yang berbeda. Undangan buka puasa disosial media mengantri untuk
dihadiri. Lembaga-lembaga sosial kembali kebanjiran sumbangan dari mereka yang
ingin menukar hartanya dengan pahala. Mesjid-mesjid menggelar agenda buka puasa
yang terbuka untuk umum. Pembagian takjil gratis dengan mudahnya didapat disepanjang
jalan protokol kota. Toko-toko online menelurkan program promo ramadhan dengan
diskon besar-besaran. Anak-anak desa akan bersuka ria dengan kebahagiaan yang
dirasakan melebihi kebahagian dibulan-bulan lainnya. Bahkan mesjid-mesjid yang
biasa pintunya tertutup rapat mulai ramai dikunjungi oleh pemuda-pemudi disaat
subuh.
Setidaknya itulah secercah gambaran keberkahan yang
disalurkan oleh bulan ramadhan. Belum lagi keberkahan yang sifatnya hakiki dan
fitrawi, tapi itu terlampau teologis untuk dibahas oleh saya yang hanya
bermodal pengalaman sehari-hari. Biarlah para urafa yang mengambil alih
penjelasan tersebut. Saya hanya akan mengulas bagian terluarnya saja
berdasarkan pengalaman yang saya amati disekitar lingkungan saya.
Dibalik limpahan keberkahan puasa dibulan ramadhan, terlepas
dari budaya yang menjalar meranting dari adanya perintah puasa dari sang
Khalik. sadar tidak disadari, umat muslim seringkali memberi harga tersendiri
terhadap ritual puasanya yang terkadang harga yang diberikannya justru lebih
rendah dari hakikat harga puasa itu sendiri. Seperti yang dipahami bahwa puasa merupakan ritual untuk
menempa pribadi setiap individu dengan menahan setiap godaan nafsu mulai dari
rasa lapar dan haus sampai pada godaan-godaan lain yang mampu menjadikan
seseorang semakin menjauh dari tujuan diciptakannya. Seharusnya produk yang
dihasilkan oleh puasa mampu menjadikan pelakonnya menjadi lebih bijaksana dari
sebelumnya, lebih arif dari sebelumnya, lebih manusiawi dari sebelumnya, lebih
menghargai persamaan dan perbedaan.
Namun kenyataan terkadang menampakkan hal yang berbeda. Ketika
kita berpuasa, seringkali kita memposisikan bahkan merasa bahwa diri kita lebih
mulia dari orang-orang disekitar kita terlebih lagi kepada mereka yang tidak
berpuasa. Kita ingin dihargai oleh mereka yang tidak berpuasa. Kita akan merasa
risih melihat warung atau rumah makan yang buka pada saat bulan ramadhan.
Bukankah yang menjalankan ujian puasa adalah orang-orang yang sedang berpuasa?
Kenapa kita mesti dihargai oleh mereka yang tidak berpuasa? Bukankah puasa kita
akan lebih bernilai jika kita berada diantara mereka yang tidak berpuasa tapi
tidak tergoda untuk membatalkan puasa. Justru kita yang sedang berpuasalah seharusnya menghargai
mereka yang tidak berpuasa, karena bukankah belajar menghargai orang lain
adalah bagian dari ujian puasa. Nilai sebuah puasa dilingkungan yang sudah
dikondisikan tanpa makanan dan minuman pasti berbeda nilainya dibanding puasa
dilingkungan yang godaannya melimpah ruah tapi mampu kita lalui dengan modal
keyakinan dan keimanan.
Sederhanya tetaplah berpuasa tanpa memikirkan penghargaan
seperti apa yang harus mereka berikan kepada kita. Pikirkanlah, apa yang harus
diperbuat untuk mereka agar puasa yang dijalankan tetap bernilai dan lingkungan
sosial kita tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Makassar, 21 Ramadhan
1948 H bertepatan dengan 16 Juni 2017
1 comments:
infonya sangat bermanfaat sekali, bulan puasa sudah di depan mata tahun ini, semangat!
Post a Comment